BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hati atau hepar atau liver merupakan organ metabolik terbesar dalam tubuh
manusia. Oleh karena itu hati mempunyai berbagai macam fungsi, yaitu :
1.
Vaskuler - menimbun dan filtrasi darah
2.
Ekskresi - membentuk empedu dan mengeluarkan ke Usus, juga bilirubin, cholesterol,
garam empedu → empedu
3.
Metabolik - Karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4.
Pertahanan tubuh - Detoksifikasi bahan-bahan beracun, dengan : konjugasi,
reduksi, metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi-fagositosis - dan
pembentukan antibodi
Dalam fungsi ekskresi maka hati akan mengeluarkan bahan-bahan metabolit
seperti empedu, bilirubin, kolesterol dan sebagainya melalui saluran
pencernaan, untuk dibuang atau menjadi metabolit lain. Banyak faal metabolik
yang dilakukan oleh jaringan hati, maka ada banyak pula, lebih dari 100, jenis
tes yang mengukur reaksi faal hati. Semuanya, disebut sebagai "tes faal
hati". Sebenarnya hanya beberapa yang benar-benar mengukur faal hati. 1-3
Diantara berbagai tes tersebut tidak ada tes tunggal yang efektif mengukur faal
hati secara keseluruhan. Beberapa tes terlalu peka sehingga tidak khas,
sebagian lagi dipengaruhi pula oleh faktor-faktor di luar hati, sebagian lagi
sudah obsolete.
Sebaliknya makin banyak tes yang diminta maka makin besar pula
kemungkinannya mendapatkan defisiensi biokimia. Cara pemeriksaan shotgun
semacam itu akan menimbulkan kebingungan. Sebaiknya memilih beberapa tes saja.
Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, dapatnya
dikerjakan tes tersebut secara baik dengan sarana yang memadai, segi
kepraktisan, biaya, stress yang dibebankan kepada penderita, kemampuan
diagnostik dari tes tersebut, dan lain-lain. Pada pengujian kerusakan hati,
gangguan biokimia yang terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel,
berkurangnya kapasitas sintesa, terganggunya faal ekskresi, berkurangnya
kapasitas penyimpanan, terganggunya faal detoksifikasi peningkatan reaksi
mesenkimal dan imunologi yang abnormal.
Fungsi hati adalah:
1.
Vaskuler : menimbun dan filtrasi
darah
2.
Ekskresi : membentuk empedu dan mengekskresikan ke usus
3.
Metabolik : karbohidrat, protein, lemak, vitamin
4.
Pertahanan tubuh : detoksifikasi bahan-bahan beracun, dengan : konjugasi,
reduksi, metilasi, asetilasi, oksidasi, hidroksilasi sel-sel kupfer, fagositosis, pembentukan antibodi.
1.2
Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
s
Untuk mengetahui parameter pemeriksaan faal hati
s
Untuk mengetahui fungsi pemeriksaan faal hati
s
Untuk mengetahui metode dan prosedur pemeriksaan faal hati
s
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik II
1.3
Manfaat
Manfaat yang bisa kita dapatkan
dari makalah ini adalah :
s
Mahasiswa dapat mengetahui apa saja fungsi dari hati atau hepar
s
Mahasiswa dapat mengetahui parameter pemeriksaan yang terdapat dalam pemeriksaan
faal hati
s
Mahasiswa dapat mengetahui prosedur pemeriksaan faal hati
BAB
II
PEMBAHASAAN
2.1 Parameter
Pemeriksaan Faal Hati
Ø
Fosfatase
Alkali
Fosfatase
alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama
oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga
berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang
sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi melalui saluran empedu.
Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada saluran empedu (kolestasis).
Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit hati
(hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang
dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada
anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan
pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas
terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut terlampaui, kadar serum akan
segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap meningkat. Peningkatan kadar
ALP juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat, payudara)
dengan metastase dan kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa
matastase (isoenzim Regan).
Kadar ALP
dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada
sirosis biliar primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan
pada penyakit-penyakit radang, regenerasi, dan obstruksi saluran empedu
intrahepatik. Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat dijumpai pada obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi hanya
sebagian. Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit
hati oleh alkohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan
tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktivitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika
ditemukan kadar ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah
pubertas, hal ini adalah normal karena pertumbuhan tulang (fisiologis).
Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP hepar atau tulang. Isoenzim
ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1 menandakan
penyakit hati dan ALP2 menandakan penyakit tulang.
Jika gambaran
klinis tidak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain,
maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan
pertumbuhan tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5’nukleotidase (5’NT), leusine
aminopeptidase (LAP) dan gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol,
karena itu GGT sering digunakan untuk menilai perubahan dalam hati oleh alcohol
daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi saluran empedu.
Metode
pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan alat (mis.
fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis.
Elektroforesis isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang.
Bahan pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Nilai Rujukan
:
Ø
Dewasa : 42 – 136 U/L, ALP1 : 20 – 130 U/L, ALP2 : 20 – 120 U/L, Lansia :
agak lebih tinggi dari dewasa
Ø
Anak-Anak : Bayi dan anak (usia 0 – 20 th) : 40 – 115 U/L), Anak berusia
lebih tua (13 – 18 th) : 50 – 230 U/L.
Masalah Klinis
Peningkatan Kadar :
Obstruksi
empedu (ikterik), kanker hati, sirosis sel hati, hepatitis,
hiperparatiroidisme, kanker (tulang, payudara, prostat), leukemia, penyakit
Paget, osteitis deforman, penyembuhan fraktur, myeloma multiple, osteomalasia,
kehamilan trimester akhir, arthritis rheumatoid (aktif), ulkus.
Pengaruh obat :
Albumin IV,
antibiotic (eritromisin, linkomisin, oksasilin, penisilin), kolkisin, metildopa
(Aldomet), alopurinol, fenotiazin, obat penenang, indometasin (Indocin),
prokainamid, beberapa kontrasepsi oral, tolbutamid, isoniazid, asam
para-aminosalisilat.
Penurunan Kadar :
Hipotiroidisme,
malnutrisi, sariawan/skorbut (kekurangan vit C), hipofosfatasia, anemia
pernisiosa, isufisiensi plasenta.
Pengaruh obat :
Oksalat,
fluoride, propanolol (Inderal)
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
•
Sampel hemolisis,
•
Pengaruh obat-obatan tertentu (lihat pengaruh obat),
•
Pemberian albumin IV dapat meningkatkan kadar ALP 5-10 kali dari nilai
normalnya,
•
Usia pasien (mis. usia muda dan tua dapat meningkatkan kadar ALP),
•
Kehamilan trimester akhir sampai 3 minggu setelah melahirkan dapat
meningkatkan kadar ALP.
Ø
SGPT (Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase)
SGPT atau
juga dinamakan ALT (alanin aminotransferase) merupakan enzim yang banyak
ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi hepatoseluler.
ALT dapat membantu metabolisme protein dalam tubuh. Enzim ini dalam jumlah yang
kecil dijumpai pada otot jantung, ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai
tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut,
sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Dalam kondisi normal, kadar
ALT di dalam darah adalah rendah.Sebaliknya, tingginya kadar ALT
mengindikasikan adanya kerusakan hati.
SGPT/ALT
serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, secara semi
otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT adalah :
Ø
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Ø
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGPT/ALT adalah :
•
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut,
nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia)
•
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronis
aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik, sindrom Reye, dan infark miokard
(SGOT>SGPT)
•
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, sirosis biliaris.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
•
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat
menurunkan kadar
•
Trauma pada proses pengambilan sampel akibat tidak sekali tusuk kena
dapat meningkatkan kadar
•
Hemolisis sampel
•
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (klindamisin,
karbenisilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, mitramisin, spektinomisin,
tetrasiklin), narkotika (meperidin/demerol, morfin, kodein), antihipertensi
(metildopa, guanetidin), preparat digitalis, indometasin (Indosin), salisilat,
rifampin, flurazepam (Dalmane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral
(progestin-estrogen), lead, heparin.
•
Aspirin dapat meningkatkan atau menurunkan kadar.
Ø
SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase)
SGOT atau
juga dinamakan AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai
dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada
otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah,
kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke
dalam sirkulasi. Enzim AST berperan dalam metabolisme alanine. AST ditemukan
dalam kadar yang tinggi di sel-sel hati, jantung, dan otot-otot lainnya. Namun
jika AST tersebut ditemukan dengan kadar yang tinggi di dalam darah, ini
mengindikasikan adanya kerusakan atau penyakit hati.
Kadar
SGOT/AST biasanya dibandingkan dengan kadar enzim jantung lainnya, seperti CK
(creatin kinase), LDH (lactat dehydrogenase). Pada penyakit hati, kadarnya akan
meningkat 10 kali lebih dan akan tetap demikian dalam waktu yang lama.
SGOT/AST
serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri, semi otomatis
menggunakan fotometer, spektrofotometer, atau secara otomatis menggunakan
chemistry analyzer. Nilai rujukan untuk SGOT/AST adalah :
Ø
Laki-laki : 0 - 50 U/L
Ø
Perempuan : 0 - 35 U/L
Masalah Klinis
Kondisi yang meningkatkan kadar SGOT/AST :
•
Peningkatan tinggi ( > 5 kali nilai normal) : kerusakan hepatoseluler
akut, infark miokard, kolaps sirkulasi, pankreatitis akut, mononukleosis
infeksiosa
•
Peningkatan sedang ( 3-5 kali nilai normal ) : obstruksi saluran empedu,
aritmia jantung, gagal jantung kongestif, tumor hati (metastasis atau primer),
distrophia muscularis
•
Peningkatan ringan ( sampai 3 kali normal ) : perikarditis, sirosis,
infark paru, delirium tremeus, cerebrovascular accident (CVA)
Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi temuan laboratorium :
•
Injeksi pre intra-muscular (IM) dapat meningkatkan kadar SGOT/AST
•
Pengambilan darah pada area yang terpasang jalur intra-vena dapat
menurunkan kadar SGOT/AST
•
Hemolisis sampel darah
•
Obat-obatan dapat meningkatkan kadar : antibiotik (ampisilin,
karbenisilin, klindamisin, kloksasilin, eritromisin, gentamisin, linkomisin,
nafsilin, oksasilin, polisilin, tetrasiklin), vitamin (asam folat, piridoksin,
vitamin A), narkotika (kodein, morfin, meperidin), antihipertensi
(metildopa/aldomet, guanetidin), metramisin, preparat digitalis, kortison,
flurazepam (Dalmane), indometasin (Indosin), isoniazid (INH), rifampin,
kontrasepsi oral, teofilin. Salisilat dapat menyebabkan kadar serum positif
atau negatif yang keliru.
Ø
Gamma Glutamil
Transferase (GGT)
Gamma-glutamil
transferase (gamma-glutamyl transferase, GGT) adalah enzim yang ditemukan
terutama di hati dan ginjal, sementara dalam jumlah yang rendah ditemukan dalam
limpa, kelenjar prostat dan otot jantung. Gamma-GT merupakan uji yang sensitif
untuk mendeteksi beragam jenis penyakit parenkim hati. Kebanyakan dari penyakit
hepatoseluler dan hepatobiliar meningkatkan GGT dalam serum. Kadarnya dalam
serum akan meningkat lebih awal dan tetap akan meningkat selama kerusakan sel
tetap berlangsung.
GGT adalah
salah satu enzim mikrosomal yang bertambah banyak pada pemakai alkohol,
barbiturat, fenitoin dan beberapa obat lain tertentu. Alkohol bukan saja
merangsang mikrosoma memproduksi lebih banyak enzim, tetapi juga menyebabkan
kerusakan hati, meskipun status gizi peminum itu baik. Kadar GGT yang tinggi
terjadi setelah 12-24 jam bagi orang yang minum alkohol dalam jumlah yang
banyak, dan mungkin akan tetap meningkat selama 2-3 minggu setelah asupan
alkohol dihentikan. Pemeriksaan GGT ini biasa dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka pada ALP disebabkan
karena adanya masalah pada hati, bukan karena faktor lain. Tes gamma-GT
dipandang lebih sensitif daripada tes fosfatase alkalis (alkaline phosphatase,
ALP).
Metode
pemeriksaan untuk tes GGT adalah spektrofotometri atau fotometri, dengan
menggunakan spektrofotometer/fotometer atau alat kimia otomatis. Bahan
pemeriksaan yang digunakan berupa serum atau plasma heparin.
Nilai Rujukan
:
DEWASA : Pria : 15 - 90 U/L, Wanita
: 10 - 80 U/L, Lansia : sedikit lebih tinggi
ANAK-ANAK : Bayi baru lahir : 5 x
lebih tinggi daripada dewasa, Prematur : 10 x lebih tinggi dari dewasa, Anak :
sama dengan dewasa.
(Nilai normal bisa berbeda untuk
tiap lab, tergantung metode yang digunakan).
Masalah Klinis
Peningkatan Kadar :
Sirosis hati,
nekrosis hati akut dan subakut, alkoholisme, hepatitis akut dan kronis, kanker
(hati, pankreas, prostat, payudara, ginjal, paru-paru, otak), kolestasis akut,
mononukleosis infeksiosa, hemokromatosis (deposit zat besi dalam hati), DM,
steatosis hati / hiperlipoproteinemia tipe IV, infark miokard akut (hari
keempat), CHF, pankreatitis akut, epilepsi, sindrom nefrotik.
Pengaruh obat :
Fenitoin
(Dilantin), fenobarbital, aminoglikosida, warfarin (Coumadin).
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
•
Obat fenitoin dan barbiturat dapat menyebabkan tes gamma-GT positif
palsu.
•
Asupan alkohol berlebih dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan
peningkatan kadar gamma-GT.
Ø
Bilirubin
Bilirubin
adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam
proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat
bilirubin tidak larut dalam air; bilirubin yang disekresikan dalam darah harus
diikatkan kepada albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
Di dalam
hati, hepatosit melepaskan ikatan itu dan mengkonjugasinya dengan asam
glukoronat sehingga bersifat larut air. Proses konjugasi ini melibatkan enzim
glukoronitransferase.
Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui
urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh). Karena itu sering
dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Bilirubin tak
terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat
albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain
sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin
tidak langsung.
Peningkatan
kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel
hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat
keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke
dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan
peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik
oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis.
Peningkatan
destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke
saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Hati bayi
yang baru lahir belum berkembang sempurna sehingga jika kadar bilirubin yang
ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen yang
lazim disebut kenikterus. Kadar bilirubin (total) pada bayi baru lahir bisa
mencapai 12 mg/dl; kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Ikterik
kerap nampak jika kadar bilirubin mencapai > 3 mg/dl. Ikterus timbul karena
bilirubin yang berkelebihan larut dalam lipid ganglia basalis.
Dalam uji
laboratorium, bilirubin diperiksa sebagai bilirubin total dan bilirubin direk.
Sedangkan bilirubin indirek diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total
dan bilirubin direk. Metode pengukuran yang digunakan adalah fotometri atau
spektrofotometri yang mengukur intensitas warna azobilirubin.
Nilai Rujukan
Nilai Rujukan
Dewasa ; total : 0.1 -1.2
mg/dl. Direk : 0.1-0.3 mg/dl, Indirek :
0.1-1.0 mg/dl
Anak : total : 0.2-0.8 m/dl,
indirek : sama dengan dewasa
Bayi baru lahir : 1-12 mg/dl,
indirek :sama dengan dewasa
Masalah Klinis
1)
Bilirubin Total, Direk
Peningkatan
Kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis
hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson.
Pengaruh obat : antibiotic (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin,
gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat
antituberkulosis (asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium),
barbiturate, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin,
metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral,
tolbutamid, vitamin A, C, K.
Penurunan
Kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
2)
Bilirubin indirek
Peningkatan
Kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF,
sirosis terdekompensasi, hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin,
fenotiazin (lihat biliribin total, direk).
Penurunan
Kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk).
Faktor yang
dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
•
Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
•
Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
•
Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
•
Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan
pigmen empedunya akan menurun.
•
Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
Ø
Albumin dan
Protein Total
Kadar Albumin (protein yang dibuat
di hati) dan protein total menunjukkan baiknya kemampuan hati memproduksi
protein untuk kebutuhan tubuh memerangi infeksi dan menjaga fungsi lainnya.
Berkurangnya kadar dari nilai normal mengindikasikan adanya kerusakan atau
penyakit hati. Nilai rujukan untuk albumin dan protei total :
Ø
Albumin : 3,8-5,1 g/dl
Ø
Protein total : 6,6-8,7 g/dl
BAB
III
PROSEDUR
PEMERIKSAAN FAAL HATI
3.1 Pemeriksaan
Alkaline Phospatase
Metode : Buffer DEA
Prinsip : ALP dalam suasana basa akan mengkatalisa dari transfer gruf
4-nitrophenylphospatase dengan bantuan AMP phosphatase menjadi
membebaskan 4-nitrophenol. Diukur pada panjang gelombang 405 nm.
Alat : spektrofotometer
Cuvet
Klinipette
Reagensia : Buffer 10 x 8 ml
Substrat 2x10 ml
Persiapan Reagen :
•
Encerkan 1 ml substrat dengan 4 ml buffer atau 1 : 4
•
Stabilitas reagen setelah diencerkan 4 minggu suhu 2-8°C
Prosedur Kerja :
1.
Siapkan reagen pada suhu kamar
2.
Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb
Temp 25°C atau 30°C
|
Temp 37°C
|
|
Reagen kerja
|
1000 µl
|
1000 µl
|
Sampel
|
20 µl
|
20 µl
|
3.
Campur, ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi
pembacaan setelah 1, 2, 3 menit. Hitung DA/menit
Perhitungan :
Temperatur 25/30°C
= DA x 2757
Temperatur 37°C
= Da x 5454
Linieritas : Bila DA/ menit lebih dari
0,25 encerkan 0,1–0,5 ml dengan NaCl 0,85 % dan ulangi pemeriksaan.
Kalikan hasil yang didapat dengan 6.
Nilai Normal :
Temperatur
|
25°C/30°C
|
37°C
|
Wanita
|
s/d 68 U/L
|
s/d 105 U/L
|
Pria
|
s/d 75 U/L
|
s/d 115 U/L
|
3.2
Pemeriksaan
Gamma GT (Biosystem)
Metode : Buffer DEA
Prinsip : Gamma GT akan mengkatalisis kelompok Gamma GT dari Gamma Glutamil-3-Carboxy-4-nitroaniline
menjadi glycyglycine membebaskan 3-Carboxy-4-nitroaniline.
Alat : spektrofotometer
Cuvet
Klinipette
Reagensia : Buffer 10 x 8 ml
Substrat 2x10 ml
Persiapan Reagen :
•
Encerkan 1 ml substrat dengan 4 ml buffer atau 1 : 4
•
Stabilitas reagen setelah diencerkan 4 minggu suhu 2-8°C
Prosedur Kerja :
1.
Siapkan reagen pada suhu kamar
2.
Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb
Semi mikro
|
Semi Makro
|
|
Reagen kerja
|
1000 µl
|
1000 µl
|
Sampel
|
100 µl
|
300µl
|
3.
Campur, ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch, ulangi
pembacaan setelah 1, 2, 3 menit. Hitung DA/menit.
Perhitungan : untuk semi mikro dan
makro = DA x 1111
Linieritas : Bila DA/ menit lebih
dari 0,25 encerkan 0,1 – 0,5 ml dengan NaCl 0,85 % dan ulangi pemeriksaan.
Kalikan hasil yang di dapat denga 6.
Nilai Normal :
Temperatur
|
25°C
|
30°C
|
37°C
|
Pria
|
6-28 U/L
|
8-37 U/L
|
10-47 U/L
|
Wanita
|
4-18 U/L
|
5-24 U/L
|
7-30 U/L
|
3.3 Pemeriksaan
AST (SGOT) (Biosystem)
Metode : Continuous Spektrofotometer
Prinsip : AST mengkatalisis, transfer gugus amino dari aspartat menjadi
2-oxoglutaratei membentuk oxalate dan glutamate. Konsentrasi ditentukan dari
penurunan NADH. Di ukur pada panjang gelombang 340 nm melalui reaksi
dehidrogenerase.
Alat : spektrofotometer
Cuvet
Klinipette
Reagensia
: reagen A, reagen B, reagen C
Persiapan Reagen :
Ø
Reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat
Campur reagen
A dengan reagen B dengan perbandingan 9 : 1. Stabil 2 bulan pada suhu 2-8°C
Ø
Reagen kerja dengan pyrodoxal phospat
Ø
Campur 10 ml reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat dengan 0,1 ml reagen C.
stabil 6 hari pada suhu 2-8°C
Prosedur Kerja :
1.
Siapkan reagen pada suhu kamar
2.
Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb
30°C
|
37°C
|
|
Reagen kerja
|
1000 µl
|
1000 µl
|
Sampel
|
100 µl
|
50 µl
|
3.
Campur, ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch, ulangi
pembacaan setelah 1, 2, 3 menit.
4.
Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm
Perhitungan :
Temp 37°C
= abs test x 3333 U/L
Temp 30°C
= abs test x 1746 U/L
Nilai normal :
temperatur
|
37°C
|
30°C
|
Tanpa pyridoxal phospat
|
42 U/L
|
25 U/L
|
Dengan pyridoxal phospat
|
50 U/L
|
30 U/L
|
3.4 Pemeriksaan
ALT (Biosystem)
Metode : Continuous Spektrofotometer
Prinsip : ALT/SGPT mengkatalisis yang ditranser dari kelompok
amino berasal dari alanin-2-oxoglutarate, bentuk piruvat dan glutamate,
konsentrasi katalis ditentukan dari peningkatan NADH. Pengukuran pada panjang
gelombag 340 nm yang berarti LDH bereaksi berpasangan.
Alat : spektrofotometer
Cuvet
Klinipette
Reagensia : reagen A, reagen B, reagen C
Persiapan Reagen :
Ø
Reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat
Campur reagen
A dengan reagen B dengan perbandingan 9 : 1. Stabil 2 bulan pada suhu 2-8°C
Ø
Reagen kerja dengan pyrodoxal phospat
Ø
Campur 10 ml reagen kerja tanpa pyrodoxal phospat dengan 0,1 ml reagen C.
stabil 6 hari pada suhu 2-8°C
Prosedur Kerja :
1.
Siapkan reagen pada suhu kamar
2.
Pipetkan ke masing-masing cuvet sbb
30°C
|
37°C
|
|
Reagen kerja
|
1000 µl
|
1000 µl
|
Sampel
|
50
l
|
3.
Campur, ukur absorbent pada saat bersamaan. Jalankan stopwatch , ulangi
pembacaan setelah 1,2,3 menit.
4.
Baca Abs sampel pada panjang gelombang 340 nm
Perhitungan :
Temp 37°C
= abs test x 3333 U/L
Temp 30°C
= abs test x 1746 U/L
Nilai normal :
temperatur
|
37°C
|
30°C
|
Tanpa pyridoxal phospat
|
41 U/L
|
29 U/L
|
Dengan pyridoxal phospat
|
65 U/L
|
46 U/L
|
3.5 Pemeriksaan
Bilirubin Darah
Metode : Diazotized sulfanilic
Prinsip : bilirubin akan bereaksi dengan diazotized sulfanilic acid (DSA)
membentuk zat warna merah, absorbance zat warna ini pada 546 nm adalah
proporsional terhadap konsentrasi bilirubin dalam sampel.Bilirubin glukoronida
yang larut dalam air bereaksi langsung (direct) dengan DSA, sedangkan bilirubin
yang terikat pada albumin bereaksi tidak langsung (indirect) dengan DSA dan
dengan adanya accelerator. Bilirubin total=bilirubin direct+bilirubin indirect.
Alat : spektrofotometer
Cuvet
Klinipette
Reagensia : Reagen AT 2x40 ml
Reagen AD 2 x 40 ml
Reagern B 4 x 10 ml
Standar kerja bilirubin consentrasi 4,41 mg%
Persiapan reagen : masukkan 1 vial
reagen B ke dalam botol reagen AT untuk bilirubin total atau reagen AD untuk
bilirubin direk, atau 1 ml reagen B+ 4 ml reagen AT/AD, stabil 20 hari suhu 2-8°C
.
Untuk bilirubin standar, masukkan
5 ml aquadest ke dalam 1 botol standar bilirubin, hindari kontak langsung
dengan sinar matahari. Stabil 4 jam pada suhu 15-30°C atau 2 bulan
pada suhu -18°C ,
Prosedur Kerja :
1.
Pipetkan ke dalam cuvet
Reagen Blanko
|
Sampel blanko
|
Sampel
|
Standar
|
|
Reagen kerja
|
1000µl
|
-
|
1000µl
|
1000µl
|
Aquadest
|
100µl
|
-
|
-
|
-
|
Standar
|
-
|
-
|
-
|
100µl
|
Sampel
|
-
|
100µl
|
100µl
|
-
|
Reagen AT/AD
|
1000µl
|
2.
Campur dan biarkan 2 menit pada suhu kamar
3.
Baca absorbance sampel blanko pada 540nm dengan blanko aquadest
4.
Baca abs standar dan sampel pada 540 nm dengan blanko reagen blanko
Nilai normal :
Dewasa total bilirubin : sampai
1,1 mg%
Direct bilirubin : sampai 0,25 mg%
Indirect bilirubin--dewasa :
s/d 0,85 mg/dl
total bilirubin--bayi baru
lahir : s/d 5 mg/dl
5 hari : s/d 12 mg/dl
1 bulan : s/d 1.5 mg/dl
3.6 Pemeriksaan
Protein Total
Metode : biuret
Prinsip : Ikatan peptida yang terdapat dalam protein dengan
adanya pereaksi Biuret akan membentuk senyawa komplek yang berwarna ungu, yang
intensitasnya sesuai dengan kadar protein total dalam sampel, yang dapat ditentukan
dengan fotometer dengan panjang gelombang 546 nm.
Reagen : reagen kerja dan standar kerja protein konsentrasi 64 g/L
Alat : spektrofotometer, cuvet, klinipette
Prosedur kerja :
1.
Pipetkan ke dalam cuvet
Blanko
|
standar
|
sampel
|
|
Reagen
|
1,0 ml
|
1,0 ml
|
1,0 ml
|
Aquadest
|
0,02 ml
|
-
|
-
|
Protein standar
|
-
|
0,02 ml
|
-
|
sampel
|
-
|
-
|
0,02 ml
|
2.
Campur. Inkubasi selama 10 menit.
3.
Baca pada panjang gelombang 546 nm
Nilai normal : 65 – 80 g/L
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Mahasiswa dapat mengetahui fungsi
pemeriksaan faal hati, mengetahui parameter pemeriksaan faal hati, mengetahui
prosedur dan metode pemeriksaan faal hati. Parameter pemeriksaan faal hati adalah
Fosfatase Alkali, SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase), SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase), Gamma Glutamil Transferase (GGT),
Bilirubin, Albumin dan Protein Total. Fungsi dari pemeriksaan faal hati adalah untuk mengetahui adanya
kerusakan hati.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar